Senin, 10 November 2008

Beda Turun dan Naiknya Harga Bahan Bakar Minyak

Selama empat tahun memerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat empat kali kebijakan terkait harga bahan bakar minyak bersubsidi. Empat kebijakan itu adalah tiga kali menaikkan dan satu kali menurunkan. Perbedaan terlihat di antara turun dan naiknya. Perbedaan juga terasa nyata dari dampaknya.
Naiknya harga BBM disosialisasikan berbulan-bulan oleh Presiden Yudhoyono dengan harapan ada penerimaan atas kebijakan tidak populis yang akan diputuskan. Sosialisasi itu dibarengi rapat kabinet terbatas, rapat kabinet terbatas plus, rapat kabinet paripurna, sampai rapat kabinet paripurna diperluas.
Untuk kenaikan harga BBM bersubsidi pertama rata-rata 29 persen, 1 Maret 2005, ketidakpastian dan rangkaian unjuk rasa penolakan merebak sebelum kebijakan diumumkan. Kenaikan harga BBM bersubsidi kedua rata-rata 128 persen, 1 Oktober 2005, juga memunculkan rangkaian unjuk rasa penolakan.
Kenaikan harga BBM bersubsidi ketiga rata-rata 28,7 persen, 24 Mei 2008, sudah disosialisasikan tiga bulan sebelumnya dengan pertimbangan utama melonjaknya harga minyak mentah internasional. Sejumlah kemungkinan meminimalkan dampaknya dilakukan seperti minta masukan semua pihak lewat rangkaian rapat di Istana.
Setelah rangkaian rapat digelar di Istana dengan akhir sebuah keputusan, pengumuman kenaikan dilakukan di tempat yang tak ada simbol-simbol Istana.
Tiga kali kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi disampaikan pada malam hari dan berlaku pada dini harinya. Hampir tidak ada jeda bagi rakyat untuk mencerna dan memikirkan dampaknya. Harga BBM bersubsidi sudah naik saat rakyat tidur.
Untuk kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi (premium), hanya butuh waktu 10 hari sosialisasi. Tidak ada rapat kabinet terbatas, tidak ada rapat kabinet terbatas plus, tidak ada rapat kabinet paripurna, juga tidak ada rapat kabinet paripurna yang diperluas.
Presiden Yudhoyono hanya memanggil dua menteri: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak terlihat ikut serta.
Pengumuman juga tidak dilakukan di Departemen Keuangan, tetapi di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta. Sri Mulyani didampingi Purnomo dan Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng berbicara di depan podium garuda.
Pengumuman dilakukan Kamis (6/11), sore hari menjelang para pekerja pulang kerja. Ada cukup jeda bagi rakyat untuk mencerna dampaknya. Kebijakan turunnya harga premium dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500 diberlakukan 1 Desember 2008.
Jika kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan dengan rangkaian upaya meminimalkan dampaknya, penurunannya dilakukan dengan pertimbangan memaksimalkan dampaknya untuk rakyat yang menikmatinya. Mungkin ini yang membuat Sri Mulyani tersenyum simpul sebelum memulai jumpa pers.
Di awal jumpa pers, Sri Mulyani berujar, ”Kebijakan pemerintah kali ini judulnya sangat populis: penurunan harga BBM.”
Wapres
Lain dengan Wapres. Sebelumnya, beberapa kali ia mengisyaratkan penurunan harga BBM sulit dilakukan. Ia mengatakan harga BBM bisa turun jika tiga faktor terpenuhi, yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak melemah seperti sekarang ini, penurunan harga minyak mentah dunia harus dihitung rata-rata setahun, dan besaran subsidi BBM di APBN juga harus rendah.
Belakangan Kalla menyatakan sulit menurunkan harga BBM akibat subsidi BBM di APBN 2008 sudah terpakai seluruhnya. Namun, ketika Sri Mulyani mengumumkan penurunan harga premium Rp 500 per liter, Wapres mendukungnya.
Ketika rapat sebelum pengumuman penurunan harga BBM dilakukan, Wapres tidak ikut. Ketika itu Wapres di kantornya tengah memimpin rapat sejumlah menteri mengenai pendanaan proyek listrik 10.000 megawatt yang seret akibat krisis keuangan global.
Dalam rapat itu Sri Mulyani diwakili Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rachmat Walujanto. Purnomo Yusgiantoro datang ke rapat ini setelah mengikuti rapat dengan Presiden.
Dalam rapat soal listrik itu, Purnomo melaporkan keputusan penurunan harga BBM kepada Wapres setelah rapat selesai. ”Soal keputusan itu terserah Presiden. Meskipun saya tak hadir, saya, kan, tetap berkonsultasi dengan Presiden. Kalian, kan, tidak tahu kapan saya berkonsultasi,” ujar Wapres menjawab pers seusai shalat Jumat (7/11).
Saat ditanya mengapa keputusan penurunan harga BBM tidak dilakukan di Departemen Keuangan seperti saat pengumuman kenaikan harga BBM, melainkan justru diumumkan di Kantor Presiden, Wapres menganggap tidak ada persoalan.
”Karena, kalau kenaikan BBM, kan, rumit mengumumkannya, kan? Kalau ini, kan, tidak serius. Ini, kan, mengumumkannya dengan tertawa sedikit, ya. Lagi pula, perhitungannya juga tidak rumit. Hanya satu angka (premium saja). Kalau menaikkan harga BBM, itu, kan, banyak angka. Jadi, sangat teknis dan mesti duduk baik-baik. Iya, kan?

Tidak ada komentar: