Rabu, 20 Januari 2010

Toleransi antar umat beragama

Oleh : Randhika Virgayana, SH
pemerhati sosial, peneliti pada Golden Institute, Jakarta

Apa itu pluralisme?
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta pluralis : jamak (lebih dari satu).Jadi pluralisme kalau dikaitkan dengan topik kita adalah keanekaragaman agama dan kepercayaan yang ada dan dianut di dunia ini.
Sekarang kita kesampingkan dulu apa agama kita. Kita coba sebutkan agama – agama dan kepercayaan yang ada di dunia. Kita mulai dari agama – agama besar yang ada : Islam, Kristen Protestan, Kristen katolik, Budha, Hindu. Seiring perkembangan zaman muncul pula banyak agama-agama baru. Bahkan sejak pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid Konghucu mulai diterima sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia. Di samping agama – agama di atas banyak kepercayaan-kepercayaan yang berkembang seiring dengan makin berkembangnya pola berpikir manusia. Sebut saja salah satunya scientology. Dari beribu-ribu kepercayaan yang berkembang di dunia ini saya yakin semua mengajarkan untuk berbuat baik dan menghindari yang salah.(Kecuali untuk orang-orang yang tidak mengakui adanya Tuhan. Sayapun sampai saat ini tidak habis pikir kok bisa ada orang-orang seperti itu).
Kembali ke topik kita mengenai toleransi beragama. Toleransi beragama adalah salah satu kelemahan bangsa Indonesia yang katanya Bangsa yang ramah. Indonesia sebagai negara yang terdiri dari puluhan ribu pulau dengan wilayah yang kuar biasa luas memang sudah kodratnya berkembang bermacam-macam agama. Walaupun kita diakui sebagai Negara yang berpenduduk Muslim terbanyak di dunia, tapi Indonesia bukanlah sebuah negara Islam. Indonesia adalah sebuah negara demokrasi yang berazaskan pancasila (yang notabene mengajarkan tentang pluralisme itu sendiri) yang kebetulan berpenduduk Muslim terbanyak di dunia. Jadi adalah sesuatu yang SALAH apabila kita mengabaikan Pancasila dan memaksakan kehendak segolongan orang untuk menegakkan syariah Islam di bumi Indonesia. Karena dengan menegakkan syariah Islam berarti mengkhianati apa yang sudah direncanakan oleh para Founding Father kita yaitu sebuah konsep Bhinneka Tunggal Ika. Penulis amat sadar, mengerti, dan mengakui bahwa negeri yang akan makmur adalah yang menegakkan syariah Islam, tetapi sekali lagi ini akan sangat mustahil bila diterapkan di negara sebesar ini.
Oleh karena itu topik yang saya pilih adalah toleransi beragama bukan penegakkan syariah Islam. Di negara dengan beragamnya kepercayaan di Indonesia kita sudah seharusnya saling menghormati dan dan menghargai antar agama. Menurut saya Islam itu adalah sebuah agama yang yang liberal. Sebuah agama yang mengajarkan umatnya untuk cinta damai. Tidak perlu ada kekerasan apabila ada yang tidak sesuai. Semua bisa dicari jalan keluarnya. Islam itu sebuah agama yang tidak sesempit apa yang yang dipikirkan. Kita tidak dapat menelan mentah-mentah apa yang diterjemahkan dalam terjemahan bahasa Al Qur’an. Cara menterjemahkan sesuatu kan tergantung persepsi orang yang membacanya. Kalau ayat Qur’an tentang kewajiban Ibu untuk menyusui anaknya di baca oleh orang-orang yang berpikiran porno tetap saja akan menjadi porno.




Oleh karena itu penulis menolah mentah-mentah RUU pornografi dan pornoaksi. Sebab untuk mendefinisikan pornografi dan pornografi saja kita masih berbeda pendapat. Hal-hal seperti ini tidak dapat dimaktubkan dalam sebuah Undang-undang. Saya setuju dengan Iwan Fals dalam lagunya Manusia Setengah Dewa “ Masalah moral, masalah akhlak biar kami cari sendiri. Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu…”.
Orang-orang yang dikenal sebagai golongan Islam garis keras itu sebaiknya mengurus moral dan akhlak mereka sendiri dulu baru bisa menilai orang lain. Buktinya mereka masih juga melakukan pemboman-pemboman dengan dalih jihad. Saya pribadi amat sangat mengerti dan setuju kalau moral dan akhlak penghuni dunia ini sudah sedemikian bejat. Sudah mulai keluar dari koridor. Tetapi saya sangat tidak setuju kalau untuk mengatasi hal-hal tersebut harus dengan cara kekerasan. Masih ada cara-cara lain yang lebih halus. Sebuah proses dialektika pemikiran melalui diskusi-diskusi, seminar- seminar, atau ceramah-ceramah akan menjadi cara yang sangat cantik dan elegan.
Orang-orang yang sudah terlanjur “sesat” seharusnya dirangkul bukan dibasmi. Zaman sudah demikian maju , bung! Globalisasi terjadi di mana-mana tanpa terbentengi. Kita sebagai umat Islam harusnya bersatu untuk membentengi hal tersebut. Bukannya malah bercerai-berai. Bukannya malah memerangi saudara kita sendiri. Cara yang benar menurut saya adalah dengan masuk ke dalam pergaulan orang –orang yang dianggap sesat tersebut dan merangkul mereka. Bukannya malah memaksakan kehendak sendiri kepada orang lain dan bila orang tersebut tidak nurut lantas ditinggal.

Senin, 04 Januari 2010

Gus Dur dan Indahnya keberagaman


oleh : Randhika Virgayana, SH
pemerhati sosial, peneliti pada Golden Institute


Innalilahi Wa Inna Ilaihi Ro'jiun.. pada tanggal 30 Desember 2009 yang lalu KH. Abdurrahman Wahid atau yg biasa kita sapa Gus Dur telah pergi mendahului kita semua. selang sehari setelahnya pemakaman beliau dilakukan di kota kelahiran beliau di Jombang. Perhatian hampir sebagian besar masyarakat Indonesia tercurahkan pada berita2 mengenai beliau. Pemakaman bahkan dipimpin langsung oleh Presiden. Seluruh jajarannyanya pun hadir. Saat pemakaman terlihat begitu besar anomi masyarakat untuk menyaksikan baik melalui televisi, bahkan banyak yg datang langsung ke Jombang. Ribuan orang datang silih berganti setelahnya untuk melantunkan do'a kepada Almarhum.
Setelah kepergian beliau terlihat bahwa seorang Gus Dur adalah seorang tokoh yang sangat besar. Bahkan mungkin Tokoh besar terakhir yg akhirnya pergi meninggalkan kita. Saya yakin sedikit tokoh di era setelah gus Dur yang kepergiannya akan ditangisi banyak orang seperti itu. Bahkan masyarakat dari agama2 lain yang bukan Islam turut mendoakan beliau. Berbagai tokoh lintas agama datang ke pemakaman beliau. Negara2 tetangga pun mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya.Gus Dur juga secara pribadi adalah tokoh yang dikagumi penulis. Semenjak penulis membaca buku-buku tentang beliau, pandangan penulis atas sikap-sikap "nyeleneh" beliau berubah. Penulis bisa lebih memahami apa yang ada dalam pikiran beliau.
Pertanyaannya : kenapa kepergian seorang Gus Dur ditangisi banyak pihak?
karena Gus dur adalah seorang tokoh lintas agama yang tidak MENGAJARI kita, tetapi MEMBERI TAULADAN kepada kita mengenai toleransi antar umat beragama. Masih teringat jelas dalam ingatan kita jasa beliau yang mungkin paling terkenal dalam urusan toleransi antar umat beragama yaitu dengan menjadikan tahun baru China sebagai hari libur. Selain itu banyak hal-hal lain yang akhirnya membuat beliau disegani, bukan hanya oleh kalangan Muslim saja, tetapi oleh hampir semua agama. Satu hal pelajaran yang harus kita petik dari Gus Dur adalah bahwa beliau tidak pernah menghakimi, karena menghakimi itu urusan Allah. Penulis teringat sebuah wawancara dengan Dorce gamalama di sebuah stasiun televisi swasta pada waktu Gus Dur meninggal. Pada kesempatan itu Dorce bercerita bahwa saat ia memutuskan untuk mengganti jenis kelamin menjadi seorang perempuan dan dihujat banyak pihak ia mendatangai Gus Dur. Dan Gus Dur hanya berkata kalo itu sudah keputusan dia, jalani saja. Disini kita bisa melihat betapa besar hati seorang Gus dur untuk tidak menghakimi Dorce seperti yang sebagian kita lakukan. Karena betul, yang patut menghakimi itu hanya Allah SWT.
Dalam era keterbukaan seperti sekarang mungkin penulis bisa katakan bahwa kalau tidak ada Gus Dur yang menjaga setelah reformasi, mungkin negara ini sudah menjadi negara Islam. Sesuatu yang menurut penulis bertentangan dengan cita-cita pendiri bangsa ini. Sesuatu yang bertentangan dengan nilai2 luhur Pancasila. Maka sejatinya kita yang sekarang sebagai insan- insan yang masih bisa bernafas di negara ini bisa turut menjaga keutuhan nilai2 Pancasila tersebut. Penulis yakin masih banyak Gus Dur-Gus Dur kecil di luar sana. Tetapi seorang KH Abdurrahman Wahid hanya satu dan tak akan tergantikan.
Selamat Jalan Gus....