Selasa, 07 September 2010

Catatan kecil mengenai penyalahgunaan wewenang.

Dalam seminggu ini kita sudah dua kali membaca dan mendengar berita pejabat yang menggunakan kekuasaannya untuk bertindak seenaknya sendiri. yang pertama wakil ketua DPR Taufik Kurniawan. Saat itu beliau datang terlambat dan sempat meminta pesawat yang sudah take off untuk kembali menjemputnya. Tapi pilot menolak. Lalu yang kedua anggota DPR yang merupakan anak Presiden SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono atau biasa dipanggil Ibas. Keterlambatan Ibas dan rombongan membuat penumpang pesawat lainnya harus menunggu sampai 20 menit. Belum lagi pengawal-pengawal Ibas yang harus menyimpan senjata-senjatanya menambah keterlambatan.

Kejadian-kejadian seperti itu mungkin hal sepele, tapi membuat banyak orang merugi. Semua orang punya hak yang sama. Mungkin saja ada yang sedang terburu-buru, akhirnya menjadi terlambat karena keterlambatan pejabat-pejabat tersebut. Namun ada hal penting yang harus menjadi sorotan dari hal sepele tersebut : penyalahgunaan wewenang. Apa karena mereka anggota DPR lalu mereka punya hak untuk menahan pesawat untuk menunggu mereka, bahkan sampai meminta pesawat yang sudah take off untuk kembali menjemput. Rasanya seperti kembali ke zaman orde baru. :)

Jumat, 03 September 2010

Randhika : Presiden SBY Jangan hanya Pasrah

Tribunnews- Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari Rabu 1 September 2010 kemarin di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur mengecewakan banyak pihak.

Dalam pidato tersebut SBY tidak mengemukakan ketegasan sikap mengenai hubungan bilateral RI-Malaysia yang sedang panas.

Pada kesempatan tersebut SBY memaparkan beberapa kerjasama strategis RI dengan Malaysia seperti misalnya kerjasama di bidang ketenagakerjaan dan pendidikan namun tidak memberi ketegasan mengenai penyelesaian masalah RI-Malaysia belakangan ini.

Deputi Direktur Eksekutif Golden Institute, Randhika Virgayana menilai "Pidato SBY seperti biasa berputar-putar dan tidak menyentuh substansi masalah. SBY hanya bermain dengan kata-kata dengan menggambarkan hubungan bilateral Indonesia dengan Malaysia tetapi tidak menegaskan mengenai penyelesaian masalah,"

Menurut Randhika, pidato tersebut telah ditunggu-tunggu oleh rakyat. Apalagi dalam sikapnya setelah sidang kabinet 31 Agustus lalu SBY terlihat cukup tegas.

Ditambah rencana pidato yang akan dibacakan di Mabes TNI seolah untuk membangun citra yang tegas dalam menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi SBY malah memberikan kekecewaan pada rakyat.
Ketegasan yang seolah diperlihatkan SBY setelah sidang kabinet 31 Agustus lalu tertutup oleh pidato tersebut.

"Seharusnya Presiden memberikan pernyataan tersebut segera setelah penangkapan terhadap pegawai DKP terjadi, tidak membiarkannya berlarut-larut" kata Randhika.

Mengenai penyelesaian masalah melalui diplomasi, Randhika menyatakan persetujuannya. "Saya sepakat mengenai penyelesaian masalah melalui diplomasi. Tetapi diplomasi tersebut harus lebih tegas dan cepat tanggap tanpa membiarkannya berlarut-larut. Tidak seperti sekarang yang terkesan lemah. Presiden harusnya meminta bawahannya untuk mengusut kasus penangkapan pegawai DKP tersebut, bukannya diam saja sehingga terkesan pasrah" tutupnya. (penulis adalah pembaca tribunnews.com)
Sumber: www.tribunnews.com

Rabu, 01 September 2010

Diplomasi RI yang Lemah

Tribunnews - BEBERAPA minggu belakangan ini masyarakat kita ramai membicarakan hubungan RI dengan Malaysia. Hal ini dipicu oleh kelambanan dan ketidaktegasan pemerintah dalam bersikap.

Bisa kita lihat contoh kelambanan ini ketika pemerintah baru mengirim nota keberatan kepada pemerintah Malaysia beberapa hari setelah tiga pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan dikembalikan oleh Malaysia.

Bahkan Presiden SBY baru-baru ini saja mengirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia yang hingga kini malah belum dibalas. Dalam pidato pernyataan sikapnya pun lagi-lagi Presiden membuat kecewa banyak pihak karena masih bersikap tidak tegas dalam sebuah retorika belaka.

Ketidaktegasan Pemerintah ini membuat banyak rakyat berang. Ratusan demonstran berdemonstrasi di depan kedutaan Malaysia, bahkan sampai melempar (maaf) kotoran manusia. Suatu hal yang sebetulnya malah melemahkan posisi kita. Tetapi apa boleh dikata, rakyat sudah terlanjur marah.

Sebagian rakyat malah mengobarkan semangat perang melawan Malaysia. Mereka berharap pemerintah memiliki ketegasan seperti Bung Karno yang dulu pernah lantang berteriak "Ganyang Malaysia".
Bahkan sebuah televisi swasta pernah menayangkan smilasi perang Indonesia melawan Malaysia. Suatu semangat yang mengobarkan rasa nasionalisme kita. Namun ada yang mereka lupakan. Zaman sudah berubah, tidak semua masalah bisa dan harus diselesaikan dengan perang.

Pernah dihitung jika perang dengan Malaysia biayanya satu bulan bisa mencapai Rp 30 triliun. Kalau selesai dalam tiga bulan maka akan menelan biaya Rp 90 triliun. Apalagi kalau perang tersebut memakan waktu bertahun-tahun.

Belum lagi kalau sampai Presiden menyatakan Perang dengan Malaysia maka kita harus juga berhadapan dengan aliansi lima negara yang mendukung negeri Jiran tersebut.

Malaysia memiliki sistem aliansi pertahanan dengan Inggris, Australia, Singapura, serta Selandia Baru yang disebut sebagai Five Power Defense Agreement (FPDA).

Salah satu kesepakatan FPDA adalah klausul bahwa serangan terhadap salah satu negara anggota merupakan serangan pula terhadap negara anggota lainnya. Jadi jika indonesia menyatakan perang terhadap Malaysia, sudah dapat dipastikan kita juga akan berhadapan dengan kelima negara tersebut.

Padahal kalau kita tarik ke belakang ketika Soekarno menyatakan perang terhadap Malaysia tidak semua rakyat mendukung kebijakan itu. Ekonomi masyarakat yang pada saat itu sangat lemah mengakibatkan rendahnya dukungan terhadap Soekarno.

Mereka beranggapan bahwa sikap Soekarno itu akan memperparah keadaan ekonomi masyarakat. Padahal mereka sudah dipusingkan dengan inflasi yang mencapai 650% yang akhirnya membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antre beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.

Mengenai perang itu sendiri pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5.000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Pasukan Indonesia mundur dan tidak penah menginjakkan kaki lagi di bumi Malaysia.

Seperti itu gambaran yang akan terjadi apabila kita mengobarkan perang terhadap Malaysia. Itu belum termasuk dampak ekonomi, politik, kemanusiaan dan banyak aspek lainnya yang perlu diperhitungkan matang-matang.

Oleh karena itu penulis berharap pemerintah bisa mencari jalan keluar yang paling bijak dalam menyelesaikan masalah ini. Caranya bisa melalui diplomasi yang lebih tegas terhadap pemerintah Malaysia. Pemerintah diharapkan bisa lebih tanggap dan cepat apabila ada issue-issue yang mengganggu stabilitas kedua negara.

oleh Randhika Virgayana, Peneliti Golden Institute
Sumber:www.tribunnews.com

Rencana Pembubaran Ahmadiyah Ditentang

TRIBUNNEWS.COM - Beberapa hari yang lalu Menteri Agama Suryadharma Ali mengeluarkan pernyataan akan membubarkan Ahmadiyah. Bahkan dalam acara buka puasa bersama di rumah dinas Wakil Presiden Selasa, 31 Agustus yang lalu Menag kembali menegaskan sikapnya ini. Hal ini menyebabkan beberapa kalangan bereaksi. Beberapa tokoh seperti Indra Jaya Piliang, Ulil Abshar Abdhala, menentang keras sikap pemerintah ini melalui akun mereka di jejaring sosial Twitter.

Peneliti Golden Institute, Pradhana Adimukti ketika dimintai pendapatnya di sela-sela acara buka puasa bersama Ikatan Alumni Universitas Trisakti mengatakan " Pejabat publik tidak seharusnya berlaku zalim dengan menunjukkan preferensi pribadinya untuk mendiskriminasikan kelompok lain yang berbeda keyakinan".

Pradhana berharap pemerintah bisa lebih bijak dalam menyikapi persoalan yang amat sensitif ini. Karena seharusnya keyakinan adalah hal yang paling personal dari setiap insan manusia. "Urusan keyakinan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Apakah ada pejabat publik yang layak menggantikan kedudukan Tuhan dalam hal menginterogasi keyakinan umat?" ucap Pradhana sambil menutup pembicaraan.
Sumber:www.tribunnews.com

Kamis, 26 Agustus 2010

Golden Institute Buka Bersama Yatim Piatu - Tribunnews.com



Tribunnews.com - Sabtu, 21 Agustus 2010 yang lalu kemeriahan terdengar di panti asuhan Assurur, Kebon Jeruk, Jakarta. Sekitar 100 anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan tersebut berebut menjawab pertanyaan seputar agama yang diajukan oleh MC. Mereka yang bisa menjawab dengan benar mendapatkan bingkisan yang telah disiapkan oleh panitia.

Acara tersebut digelar oleh Golden Institute, Pusat kajian dan pengembangan demokrasi Indonesia yang berkantor di Jakarta, untuk memeriahkan bulan Ramadhan.

Selain buka puasa bersama anak yatim piatu, Golden institute juga melakukan beberapa rangkaian diskusi keagamaan.

"Acara buka puasa bersama dengan anak yatim piatu ini diadakan sebagai salah satu program sosial Golden Institute dengan tujuan untuk berbagi dengan adik-adik kita yang kurang beruntung. Kami ingin menghapus stigma ekslusif yang diberikan kepada lembaga-lembaga kajian sejenis, oleh karena itu kami merancang kegiatan seperti ini sebagai wujud peduli kami terhadap sesama" kata Deputi Direktur Eksekutif Golden Institute, Randhika Virgayana.

Randhika berharap acara ini bisa menjadi acara tahunan Golden Institute, juga menjadi salah satu acara sosial yang diadakan Golden Institute.

"Acara-acara semacam ini memang sudah termasuk program kami. Selain buka bersama yatim piatu, kami juga sudah menyiapkan beberapa kegiatan sejenis. Tunggu saja tanggal mainnya" ujar Randhika sambil menutup pembicaraan. (*)

sumber:Tribunnews.com

Kamis, 01 Juli 2010

Kepemimpinan Nasional yang jalan di tempat.

Oleh : Randhika Virgayana, SH
pemerhati masalah sosial, peneliti di Golden Institute Jakarta

Menurut wikipedia kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Pemimpin yang baik menurut pandangan penulis adalah pemimpin yang tegas, mampu memberi contoh yang baik kepada pengikutnya dan berani bertanggung jawab atas resiko yang diambil dalam setiap keputusannya.
Bulan-bulan belakangan ini kita melihat betapa pemimpin kita terlihat ragu-ragu dalam bertindak dan mengambil keputusan, tidak cepat tanggap atas masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Terkadang malah kita melihat pemimpin kita cenderung melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang-orang di sekitarnya. Memang tidak ada yang salah dengan itu namun meurut pandangan penulis pada zaman seperti ini dimana arus informasi cepat sekali berkembang dan kita harus bersaig dengan negara-negara lain maka dalam memimpin Indonesia kita harus berani membuat terobosan-terobosan yang cepat, dan tepat.
Apa yang kita lihat dalam era kepemimpinan SBY-Boediono ini adalah antitesa dari hal tersebut. Pemerintah cenderung bermain aman dan tidak berani mengambil resiko. Dengan gaya kepemimpinan seperti ini dapat dipastikan tidak akan ada terobosan-terobosan yang inovatif dalam menyelesaikan masalah. Seperti yang bisa kita lihat bersama, negara kita sekarang ini cenderung jalan di tempat. Pada awal tahun ini negara kita resmi bergabung dalam ACFTA bersama negara-negara Asia dan China, tetapi pemerintah kita terkesan tidak siap menghadapi ini. Regulasi untuk mendukung kebijakan ini pun terkesan tidak siap. Persoalan lain yang bisa kita lihat belakangan ini adalah ketidaktegasan Presiden dalam masalah pergantian komisioner Komisi Yudisial.Hingga kini masih dalam proses pendaftaran calon peserta. Sedangkan usia komisioner yang sekarang (2005-2010) tinggal menghitung hari. Hampir bisa dipastikan lembaga ini akan mengalami kekosongan kepemimpinan karena komisioner yang sekarang akan demisioner pada Agustus 2010 sedangkan proses seleksi bisa memakan waktu paling tidak enam bulan. Dalam hal ini bisa kita lihat Presiden telah lalai menjalankan kewajiban konstitusionalnya. Hampir tidak ada perhatian kepada Komisi Yudisial ini. Karena itu penulis dan kita semua tentu berharap pemerintah dapat lebih tegas dalam bersikap, karena tentunya kita tidak ingin melihat negara ini tertinggal dengan negara-negara berkembang lainnya.

Rabu, 20 Januari 2010

Toleransi antar umat beragama

Oleh : Randhika Virgayana, SH
pemerhati sosial, peneliti pada Golden Institute, Jakarta

Apa itu pluralisme?
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta pluralis : jamak (lebih dari satu).Jadi pluralisme kalau dikaitkan dengan topik kita adalah keanekaragaman agama dan kepercayaan yang ada dan dianut di dunia ini.
Sekarang kita kesampingkan dulu apa agama kita. Kita coba sebutkan agama – agama dan kepercayaan yang ada di dunia. Kita mulai dari agama – agama besar yang ada : Islam, Kristen Protestan, Kristen katolik, Budha, Hindu. Seiring perkembangan zaman muncul pula banyak agama-agama baru. Bahkan sejak pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid Konghucu mulai diterima sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia. Di samping agama – agama di atas banyak kepercayaan-kepercayaan yang berkembang seiring dengan makin berkembangnya pola berpikir manusia. Sebut saja salah satunya scientology. Dari beribu-ribu kepercayaan yang berkembang di dunia ini saya yakin semua mengajarkan untuk berbuat baik dan menghindari yang salah.(Kecuali untuk orang-orang yang tidak mengakui adanya Tuhan. Sayapun sampai saat ini tidak habis pikir kok bisa ada orang-orang seperti itu).
Kembali ke topik kita mengenai toleransi beragama. Toleransi beragama adalah salah satu kelemahan bangsa Indonesia yang katanya Bangsa yang ramah. Indonesia sebagai negara yang terdiri dari puluhan ribu pulau dengan wilayah yang kuar biasa luas memang sudah kodratnya berkembang bermacam-macam agama. Walaupun kita diakui sebagai Negara yang berpenduduk Muslim terbanyak di dunia, tapi Indonesia bukanlah sebuah negara Islam. Indonesia adalah sebuah negara demokrasi yang berazaskan pancasila (yang notabene mengajarkan tentang pluralisme itu sendiri) yang kebetulan berpenduduk Muslim terbanyak di dunia. Jadi adalah sesuatu yang SALAH apabila kita mengabaikan Pancasila dan memaksakan kehendak segolongan orang untuk menegakkan syariah Islam di bumi Indonesia. Karena dengan menegakkan syariah Islam berarti mengkhianati apa yang sudah direncanakan oleh para Founding Father kita yaitu sebuah konsep Bhinneka Tunggal Ika. Penulis amat sadar, mengerti, dan mengakui bahwa negeri yang akan makmur adalah yang menegakkan syariah Islam, tetapi sekali lagi ini akan sangat mustahil bila diterapkan di negara sebesar ini.
Oleh karena itu topik yang saya pilih adalah toleransi beragama bukan penegakkan syariah Islam. Di negara dengan beragamnya kepercayaan di Indonesia kita sudah seharusnya saling menghormati dan dan menghargai antar agama. Menurut saya Islam itu adalah sebuah agama yang yang liberal. Sebuah agama yang mengajarkan umatnya untuk cinta damai. Tidak perlu ada kekerasan apabila ada yang tidak sesuai. Semua bisa dicari jalan keluarnya. Islam itu sebuah agama yang tidak sesempit apa yang yang dipikirkan. Kita tidak dapat menelan mentah-mentah apa yang diterjemahkan dalam terjemahan bahasa Al Qur’an. Cara menterjemahkan sesuatu kan tergantung persepsi orang yang membacanya. Kalau ayat Qur’an tentang kewajiban Ibu untuk menyusui anaknya di baca oleh orang-orang yang berpikiran porno tetap saja akan menjadi porno.




Oleh karena itu penulis menolah mentah-mentah RUU pornografi dan pornoaksi. Sebab untuk mendefinisikan pornografi dan pornografi saja kita masih berbeda pendapat. Hal-hal seperti ini tidak dapat dimaktubkan dalam sebuah Undang-undang. Saya setuju dengan Iwan Fals dalam lagunya Manusia Setengah Dewa “ Masalah moral, masalah akhlak biar kami cari sendiri. Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu…”.
Orang-orang yang dikenal sebagai golongan Islam garis keras itu sebaiknya mengurus moral dan akhlak mereka sendiri dulu baru bisa menilai orang lain. Buktinya mereka masih juga melakukan pemboman-pemboman dengan dalih jihad. Saya pribadi amat sangat mengerti dan setuju kalau moral dan akhlak penghuni dunia ini sudah sedemikian bejat. Sudah mulai keluar dari koridor. Tetapi saya sangat tidak setuju kalau untuk mengatasi hal-hal tersebut harus dengan cara kekerasan. Masih ada cara-cara lain yang lebih halus. Sebuah proses dialektika pemikiran melalui diskusi-diskusi, seminar- seminar, atau ceramah-ceramah akan menjadi cara yang sangat cantik dan elegan.
Orang-orang yang sudah terlanjur “sesat” seharusnya dirangkul bukan dibasmi. Zaman sudah demikian maju , bung! Globalisasi terjadi di mana-mana tanpa terbentengi. Kita sebagai umat Islam harusnya bersatu untuk membentengi hal tersebut. Bukannya malah bercerai-berai. Bukannya malah memerangi saudara kita sendiri. Cara yang benar menurut saya adalah dengan masuk ke dalam pergaulan orang –orang yang dianggap sesat tersebut dan merangkul mereka. Bukannya malah memaksakan kehendak sendiri kepada orang lain dan bila orang tersebut tidak nurut lantas ditinggal.

Senin, 04 Januari 2010

Gus Dur dan Indahnya keberagaman


oleh : Randhika Virgayana, SH
pemerhati sosial, peneliti pada Golden Institute


Innalilahi Wa Inna Ilaihi Ro'jiun.. pada tanggal 30 Desember 2009 yang lalu KH. Abdurrahman Wahid atau yg biasa kita sapa Gus Dur telah pergi mendahului kita semua. selang sehari setelahnya pemakaman beliau dilakukan di kota kelahiran beliau di Jombang. Perhatian hampir sebagian besar masyarakat Indonesia tercurahkan pada berita2 mengenai beliau. Pemakaman bahkan dipimpin langsung oleh Presiden. Seluruh jajarannyanya pun hadir. Saat pemakaman terlihat begitu besar anomi masyarakat untuk menyaksikan baik melalui televisi, bahkan banyak yg datang langsung ke Jombang. Ribuan orang datang silih berganti setelahnya untuk melantunkan do'a kepada Almarhum.
Setelah kepergian beliau terlihat bahwa seorang Gus Dur adalah seorang tokoh yang sangat besar. Bahkan mungkin Tokoh besar terakhir yg akhirnya pergi meninggalkan kita. Saya yakin sedikit tokoh di era setelah gus Dur yang kepergiannya akan ditangisi banyak orang seperti itu. Bahkan masyarakat dari agama2 lain yang bukan Islam turut mendoakan beliau. Berbagai tokoh lintas agama datang ke pemakaman beliau. Negara2 tetangga pun mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya.Gus Dur juga secara pribadi adalah tokoh yang dikagumi penulis. Semenjak penulis membaca buku-buku tentang beliau, pandangan penulis atas sikap-sikap "nyeleneh" beliau berubah. Penulis bisa lebih memahami apa yang ada dalam pikiran beliau.
Pertanyaannya : kenapa kepergian seorang Gus Dur ditangisi banyak pihak?
karena Gus dur adalah seorang tokoh lintas agama yang tidak MENGAJARI kita, tetapi MEMBERI TAULADAN kepada kita mengenai toleransi antar umat beragama. Masih teringat jelas dalam ingatan kita jasa beliau yang mungkin paling terkenal dalam urusan toleransi antar umat beragama yaitu dengan menjadikan tahun baru China sebagai hari libur. Selain itu banyak hal-hal lain yang akhirnya membuat beliau disegani, bukan hanya oleh kalangan Muslim saja, tetapi oleh hampir semua agama. Satu hal pelajaran yang harus kita petik dari Gus Dur adalah bahwa beliau tidak pernah menghakimi, karena menghakimi itu urusan Allah. Penulis teringat sebuah wawancara dengan Dorce gamalama di sebuah stasiun televisi swasta pada waktu Gus Dur meninggal. Pada kesempatan itu Dorce bercerita bahwa saat ia memutuskan untuk mengganti jenis kelamin menjadi seorang perempuan dan dihujat banyak pihak ia mendatangai Gus Dur. Dan Gus Dur hanya berkata kalo itu sudah keputusan dia, jalani saja. Disini kita bisa melihat betapa besar hati seorang Gus dur untuk tidak menghakimi Dorce seperti yang sebagian kita lakukan. Karena betul, yang patut menghakimi itu hanya Allah SWT.
Dalam era keterbukaan seperti sekarang mungkin penulis bisa katakan bahwa kalau tidak ada Gus Dur yang menjaga setelah reformasi, mungkin negara ini sudah menjadi negara Islam. Sesuatu yang menurut penulis bertentangan dengan cita-cita pendiri bangsa ini. Sesuatu yang bertentangan dengan nilai2 luhur Pancasila. Maka sejatinya kita yang sekarang sebagai insan- insan yang masih bisa bernafas di negara ini bisa turut menjaga keutuhan nilai2 Pancasila tersebut. Penulis yakin masih banyak Gus Dur-Gus Dur kecil di luar sana. Tetapi seorang KH Abdurrahman Wahid hanya satu dan tak akan tergantikan.
Selamat Jalan Gus....