Kamis, 18 Desember 2008

Kontroversi UU BHP

Mahalnya Biaya Bisa Menurunkan Kualitas Pendidikan
Jumat, 19 Desember 2008 | 00:45 WIB

Jakarta, Kompas - Pro-kontra soal pengesahan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan masih terus berlangsung hingga Kamis (18/12). Persoalan pendanaan pendidikan tetap menjadi kekhawatiran utama karena akan muncul persaingan di antara perguruan tinggi sehingga dana pemerintah akan semakin sulit didapat.

Sementara itu, perguruan tinggi swasta mempertanyakan keberpihakan pemerintah kepada lembaga pendidikan swasta. Sementara, pemberlakuan Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (UUBHP) yang mengatur hingga ke tata organisasi dinilai berpotensi mengkooptasi kegiatan akademis di kampus.

Demikian antara lain pendapat yang terjaring pada Kamis (18/12) dari berbagai lembaga pendidikan tinggi negeri dan swasta dari berbagai daerah.

Muchlis Luddin, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta dalam diskusi panel ”Otonomi Kampus dan Peluang Perbaikan Bangsa” yang diadakan Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Universitas Padjadjaran di Bandung menegaskan, UU BHP pada implementasinya memicu persaingan tinggi di antara lembaga pendidikan. Akibatnya, dana hibah dari pemerintah akan kian sulit didapat. ”Kampus tidak lagi jadi benteng peradaban. Padahal, lewat lembaga pendidikan lah peradaban dan nasib bangsa ini ke depan dipertaruhkan,” ungkap Muchlis. Jadi, tidak mungkin campur tangan pemerintah dapat dihilangkan sepenuhnya.

Wakil Ketua Majelis Wali Amanah ITB Rizal Tamin mengungkapkan kekhawatiran serupa. Sementara Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan khawatir mutu pendidikan merosot seiring meningkatnya biaya pendidikan.

Undang-undang tersebut juga berpengaruh pada kualitas hubungan murid-guru seperti dicetuskan Ketua III Majelis Luhur Taman Siswa Bidang Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Wuryadi di Yogyakarta yang juga Ketua Dewan Pendidikan DIY. Hubungan itu, katanya, nantinya tereduksi menjadi hubungan konsumen dan penyedia jasa belaka. Sekarang Taman Siswa menyiapkan materi judicial review untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Suharyadi, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia menilai dalam UU BHP ini, untuk PTS atau lembaga pendidikan swasta, pemerintah belum memberi bantuan dana yang proporsional padahal tidak semua lembaga pendidikan formal swasta itu kuat secara finansial.

Heri Akhmadi, Ketua Panitia Kerja RUU BHP Komisi X DPR, mengatakan, penolakan terhadap BHP itu dinilai akibat belum dipahaminya semangat dan substansi pasal demi pasal UU BHP.

Heri menjelaskan, jika mengacu pada UU BHP seharusnya biaya semakin murah, karena ada batasan pungutan kepada masyarakat yaitu paling banyak sekitar 33 persen biaya operasional.

Persetujuan juga datang dari Rektor Universitas Indonesia Prof Dr Gumilar Rusliwa Somantri. "Dengan ini sebuah perguruan tinggi justru akan menjadi mandiri mencari sumber dana dan tak hanya mengandalkan subsidi pemerintah," jelasnya.

Menurutnya, sejalan dengan munculnya tren kewiraswastaan di dunia perguruan tinggi, sejauh hasilnya untuk peningkatan kualitas pendidikan dan penelitian, hal itu tak dapat disebut sebagai komersialisasi pendidikan tinggi. (ELN/MUK/IRE/JON)

Sumber : Kompas

Tidak ada komentar: