Minggu, 21 Juni 2009

Beberapa Catatan Masalah buat DKI

Kemacetan, banjir, serta perbaikan dan pembangunan infrastruktur publik yang belum optimal merupakan persoalan mendasar yang mendesak dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Apabila penanganan masalah akut ini tidak diprioritaskan, dalam lima tahun mendatang Jakarta menghadapi masalah lalu lintas dan inefisiensi luar biasa.

Jakarta akan semakin semrawut sehingga akses lalu lintas dari dan ke sejumlah pusat ekonomi di beberapa wilayah di Jakarta terancam stagnan. Jika ini terjadi, kerugian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak saja sebatas inefisiensi dan menurunnya tingkat produktivitas, tetapi juga hilangnya peluang meraup nilai ekonomis yang jauh lebih besar sebagai kota jasa, konvensi, wisata, dan kuliner.

Oleh sebab itu, penataan sistem transportasi kota dan penanganan banjir tahunan harus menjadi prioritas bagi pemerintahan Bang Foke, panggilan Fauzi Bowo, dalam kondisi yang ada saat ini. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan peningkatan aksesibilitas transportasi bus transjakarta.

Pemprov DKI, misalnya, membuat kebijakan strategis yang memungkinkan berbagai pihak terkait menambah armada bus transjakarta; meningkatkan kualitas infrastruktur bus transjakarta sehingga waktu tunggu dan interkoneksi setiap koridor optimal; dan membuka tender untuk setiap koridor secara transparan, menyangkut tarif maupun cara pengadaan armada.

Langkah ini akan menjadi titik awal bagi Pemprov DKI untuk menghindari, minimal menekan, peluang kolusi antara birokrat dan pemodal untuk mendapatkan bisnis di sektor angkutan umum tersebut. Pada saat yang sama Pemprov juga akan terhindar dari tindak akal-akalan pengusaha angkutan yang hanya bermodal surat tender alias untuk mengadakan bus yang didanai kredit Bank DKI.

Di sisi lain, Pemprov DKI menata kembali sistem operasional berbagai angkutan umum nonbus transjakarta yang tidak efisien, agar tidak terjadi tumpang tindih jalur antara mikrolet, bus sedang, dan bus besar. Pemprov pun harus menata jumlah armada di setiap jalur dan menekan pejabat terkait untuk tidak menerbitkan izin kendaraan umum baru yang bertujuan mendapatkan keuntungan pribadi.

Pada saat yang sama petugas gabungan di setiap titik atau simpul utama kemacetan yang menuju ke pusat aktivitas diefektifkan agar tak ada terminal bayangan atau penumpukan angkutan umum yang memicu kemacetan hebat. Penanganan itu hanya dilakukan saat puncak aktivitas, pukul 06.30-09.00 dan pukul 17.00-20.00.

Dengan demikian, upaya untuk memindahkan penumpang kendaraan pribadi ke angkutan massal itu lebih mudah dilakukan. Beban akibat meningkatnya jumlah kendaraan di jalan raya menjadi berkurang. Pemeliharaan jauh lebih mudah dilakukan dan murah.

Masalah banjir

Demikian juga penanganan banjir. Pembangunan kanal timur maupun barat harus segera diselesaikan. Pembebasan lahan harus segera dilakukan melalui koridor hukum sehingga tidak menimbulkan konflik dengan pemilik lahan. Tentunya dengan konsep saling menguntungkan.

Pemprov DKI juga harus berani dan konsisten menertibkan lahan di sepanjang bantaran maupun lahan terbuka hijau yang diokupasi baik oleh warga ilegal maupun legal. Di samping untuk kepentingan keindahan kota, upaya ini juga harus dilakukan untuk menekan hilangnya daerah resapan maupun lokasi sampah rumah tangga di sepanjang bantaran kali.

Upaya Pemprov DKI untuk menekan jumlah penderita demam berdarah dengue, cikungunya, dan diare belum optimal. Setiap tahun jumlah penderita masih tinggi, meskipun beberapa indikator terkait penyakit menular menunjukkan hal yang positif. Angka penderita DBD dari 356 orang per 100.000 penduduk menjadi 317 orang per 100.000 penduduk. Angka kematian akibat DBD menurun dari 0,28 persen pada tahun 2007 menjadi 0,09 persen pada tahun 2008. Meski demikian, tetap saja angka penderita DBD, cikungunya, atau diare setiap tahunnya di Jakarta masih tinggi. Oleh sebab itu, tetap harus ada prioritas untuk menekan angka penderita penyakit tropis.

Upaya di sektor pendidikan, meski ada upaya untuk meningkatkan perbaikan infrastruktur dan pemberian biaya operasional sekolah, juga jauh dari memadai. Masih banyak gedung sekolah rusak yang membutuhkan rehabilitasi.

Kondisi itu disebabkan oleh terbatasnya anggaran sehingga rehabilitasi pun terbatas. Masih banyak sekolah rusak belum tersentuh. Kalaupun dilakukan perbaikan, itu hanya dalam skala minimal. Tidak semua sekolah mendapatkan fasilitas memadai, baik perpustakaan maupun laboratorium.

Sekolah yang ada masih sebatas formalitas, meski upaya untuk menuju ke sekolah unggulan terus dilakukan, seperti pembangunan sekolah MH Thamrin. Sekolah unggulan ini diciptakan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memadai, tetapi jumlahnya masih terbatas. Minimal Pemprov membangun sekolah MH Thamrin di lima wilayah kota. (AST)
Sumber : kompas.com

Tidak ada komentar: